Militer dan Pasuruan

Peristiwa berdarah kembali terjadi di Pasuruan, Jawa Timur. Kali ini terjadi ketika warga Desa Alas Tlogo, Kecamatan Weling, Pasuruan terlibat bentrokan dengan anggota TNI Angkatan Laut pada Rabu (30/5) siang. Bentrokan ini akibat sengketa tanah antara warga Alas Tlogo dan TNI Angkatan Laut. “Warga yang tewas akibat tertembak senjata TNI Angkatan Laut,” kata Ketua DPRD Pasuruan Ahmad Zubaidi di Pasuruan. (Tempointeraktif, Rabu, 30 Mei 2007 | 14:02 WIB)

Berkali-kali sudah terjadi..

TNI masih belum menanggalkan kebiasaannya dalam menembaki rakyat biasa meredam gejolak kerusuhan. Masalah tanah yang sepertinya sudah biasa terjadi antara rakyat dan TNI (dulu ABRI), terlepas dari siapa yang benar dan salah, mencerminkan suatu penyelesaian masalah yang tidak komperehensif dan setengah hati yang tetap berpotensi menimbulkan konflik di masa mendatang.

Di Pasuruan, hati kembali tercabik dengan tewasnya warga masyarakat biasa akibat peluru-peluru tajam aparat. Di RCTI tadi pagi (31 Mei 2007), diperlihatkan cuplikan tayangan video yang memperlihatkan seorang ibu hamil yang tewas di rumahnya akibat tembakan aparat.

Pernyataan Panglima TNI yang berubah-ubah tentang asal peluru menunjukkan bahwa pimpinan militer sekalipun bimbang repeat bimbang dalam menentukan sikap, memihak pada rakyat atau institusi yang dipimpinnya. Yakinkah apabila ada ibu hamil yang tadinya sedang memasak di dapur dapat tewas oleh pantulan peluru? Padahal posisi sang ibu yang malang benar-benar di dapur, bukan di jalanan?? Ragukah Panglima TNI untuk menindak anak buahnya?

Terlepas dari kasus Pasuruan, arogansi militer masih kuat tertanam dalam setiap praktik-praktik di kehidupan bermasyarakat. Tidak usah jauh-jauh membuka file-file kasus pembunuhan, penculikan kekerasan yang dilakukan aparat militer. Di jalan raya saja kelakuan mereka sudah kelihatan. Pengalaman seorang marinir yang memukul kaca mobil gara-gara serempetan (serempetan ini dimulai oleh perilaku mengemudi si marinir busuk yang ugal-ugalan), sikap kebal hukum dari aturan lalu lintas, sampai pada protokol pejabat militer yang tidak jelas (kalo boleh, ada ga yang bisa beri masukan alias menunjukkan Peraturan/UU/Keputusan Panglima/Menhan tentang pengawalan pejabat militer) dan sangat mengganggu pengguna jalan (kalo ga dikasi jalan, mobil pengawal akan menghajar mobil yang nekat ga mau minggir, padahal situasi jalanan memang tidak memungkinkan untuk menepi). Mespkipun aku punya pengalaman menarik pada hari Selasa (29 Mei 07) kemaren, yaitu pada saat aku harus berseragam mirip Paspampres, dan pada saat si motor pengawal sampai di belakang kendaraanku, aku dengan sengaja mengeluarkan tangan yang dibalut seragam tersebut..eeh, koq si pengawal itu tidak mengebel/mengklakson dengan sirine-nya yang berisik itu. Apa dia takut menyalip, karena jangan-jangan yang disalip ini adalah aparat yang berpangkat lebih tinggi dari dia? I havent got the answer 🙂

Yang jelas, apa yang TNI dapat dari rakyat dalam bentuk macam-macam termasuk mobil mewah senjata, jangan sampai dikembalikan ke rakyat dalam bentuk peluru yang bersarang di tubuh…

3 komentar

  1. Seharusnya dalam konflik tersebut polisi yang diturunkan, terlepas tanah tersebut milik angkatan laut, angkatan darat, angkatan udara atau angkatan-angkatan lainnya….Itu baru namanya negara hukum. Karena dalam undang-undangnya militer hanya dipakai untuk menggebuk ncaman dari luar bukan berhadapan dengan warga negara dewek….!!

  2. setuju Pakdhe…setujuuuu!!!!!!!!!!!

  3. […] ketika membaca halaman ini, ya wajar saja, selain kawan saya sendiri juga sudah memasukkannya ke halamannya dan tentu isu terkini seperti ini sudah terulas dengan baik melalui dalam gaya wadehelism, posisi […]

Tinggalkan komentar